Pagi ini, ntah kenapa aku teringat dengan salah seorang Kyaiku, pimpinan pondok modern Darussalam Gontor. Beliau adalah KH. Hasan Abdullah Sahal, sosok teladan yg penuh dengan wibawa. Kali ini aku akan menuliskan pidato yg pernah beliau sampaikan dulu, aku mengutipnya dari bang Gus AR. Selamat membaca :)
(Pidato
ini disampaikan oleh K.H. Hasan Abdullah Sahal pada malam serah terima amanat
Koordinator Gerakan Pramuka. Saya rekam dan saya tulis ulang, karena saya
anggap menarik, sangat menarik, maka saya sampaikan kepada teman-teman, semoga
ada manfaatnya). Baca yang pelan, ikuti gaya bicara Ust Hasan ketika beliau
berpidato, terasa enak dibaca. selamat membaca ya...
Manusia
ingat dunia lupa akherat adalah sumber bencana, manusia berusaha tanpa
berdoa adalah bencana, manusia berdoa tanpa berusaha adalah bencana. Yang di
atas tidak merasa kalau di atas, tidak mau bertanggungjawab atas amanatnya.
Yang di bawah juga tidak mau tahu kapan taat dan kapan tidak taat. Disinilah
sumber bencana “Karena adanya kekosongan, al ajwaf-jawfa’, keropos, memikirkan materi ndak
memikirkan moral, orang memikirkan moral tidak memikirkan materi, akhirnya
kekosongan”. Alam rusak karena manusia, manusia tidak
menempatkan dirinya sebagai makhluk yang akan memimpin alam. Nabi kita, Nabi
kita itu rahmatan lil’alamin, wa
maa arsalnaaka illaa rahmatan lil’aalamiin, wa nunazzilu minal Qur’ani maa huwa
syifaa’un wa rahmatun. Rahmah, untuk supaya kerahmatanlil’alaminnya
Nabi kita Muhammad, untuk menjadi fungsinya al Qur’an sebagai syifa’ dan rahmah perlu hidayah,
dan Islam itu lah yang namanya hidayah.
Bagaimana
alam di sekitar ini tetap abadi, tetap terjaga, tetap bermanfaat?. Semua itu
untuk manusia, di dalam beribadah kepada Allah, “Lakum”. Di dalam al Qur’an itu “khalaqo
lakum maa fissamaawaati wal ardh” “ja’ala lakumul ardho”, lakum, “alladzii ja’ala lakumul ardho
firoosyan wassamaa_a binaa_an”, lakum. Kamu kalau
bertanya “hai kebo, hai
wedus, hai kadal, kodok, kamu diciptakan untuk apa?”. Mereka akan
menjawab “untukmu wahai manusia”. Bertanya kepada nyamuk “Kamu
nyamuk diciptakan di dunia untuk apa?”. Mereka akan menjawab“untukmu manusia”. Apalagi tumbuh-tumbuhan, untukmu.
Tetapi manusia diciptakan “liya’buduni” untuk menyembah Allah.
Sumber
bencana karena apa? “Karena meninggalkan fungsi”. Jadi, mengapa terjadi bencana
disana-sini? “Karena adanya kehilangan atau perpindahan atau kerusakan fungsi”. Manusia
cape’ jadi manusia, binatang pengen jadi manusia juga nggak bisa, laki-laki
bosan jadi laki-laki, perempuan juga bosan jadi perempuan, payah.
Monyet-monyet itu sekarang itu pada protes, karena apa? Karena manusia ganti
nama, kalau jadi pacaran mereka cinta monyet. Marah mereka, mbok cinta manusia
kenapa cintanya koq cinta monyet?.
Kebo
itu juga marah, hehehe, teruskan sendiri. Mereka pengen ganti nama, karena apa?
Karena namanya sudah dikorup oleh manusia, dicopet oleh manusia, kenapa nama
saya dipake? Mbok cintanya “cinta kirik (anak anjing)” gitu, koq nama saya yang
dipake?. Kebo, kerbau juga marah, itu di atap kita ada cicak, mbok namanya
“kumpul cicak” kenapa nggak itu?, kumpul tanpa akad nikah itu. Marah, kecewa
mereka.
Laki-laki
bosan jadi laki-laki, pakai giwang, pakai anting-anting, pakai kalung, tinggal
kasih lonceng aja itu. Perempuan capeee’ jadi perempuan, pengen jadi laki-laki.
Cape’ bosan jadi peremapuan, ulah tingkahnya itu, hehehe, teruskan sendiri.
Gajah cape, di Lampung itu gajah pakai jilbab, warnanya hijau, dihiasi, di
atasnya itu ada makhluk ndak pakai baju, yang tertutup auratnya hanya tinggal
seperempat atau sepersepuluh dari badannya. Bingung, ini manusianya mana
binatangnya mana? Itu di Lampung, manusia cape berpakaian. Betul? Ya Allah...
Sumber
bencana, la hawla wa la quwwata illa billah.
Kita yang bertanggungjawab mengembalikan manusia kepada kemanusiaan yang
sempurna. Kamu jadi santri harus bisa macam-macam termasuk pramuka, renang dan
lain-lain. Kamu kalau ada berada di sungai di danau, naik sampan, meskipun kamu
pinter bahasa arab, pinter bahasa inggris, matematika 9, fisikanya 9, tapi
nggak bisa berenang, kalau terguling apa yang terjadi? Hah? Bahasa arabmu itu
ghoiru musta’mal ketika itu.“SOMBONGNYA
MANUSIA KARENA BISANYA, LUPA BERAPA YANG TIDAK DIBISAI”. Itulah makanya, disinilah banyak
kekosongan akhirnya banyak tidak beres, sumber bencana.
Kita
jangan menyalahkan orang lain. Yang harus disalahkan adalah diri kita sendiri.
Sekarang di Indonesia, terjadi bencana. Dulu waktu Tsunami di Aceh, apa
komentar orang? “itu gara-gara Aceh banyak maksiat,
karena disana banyak bid’ah, banyak khurofat, atau mau keluar dari Indonesia,
akhirnya diterjang oleh Tsunami”, yang
ngomong itu kira-kira orang Jawa itu. Habis itu ganti Jawa Barat kena Tsunami,
banjir lagi. Apa kata orang Jawa Tengah? “ooo, itu gara-gara banyak maksiat,
disitu banyak molimo, disitu banyak syirik, banyak orang yang berbuat maksiat,
makanya dapat adzab dari Allah”, seakan-akan
dia orang yang sholeh. Habis itu kena lagi, ganti Jogja yang kena gempa, apa
kata orang lain? “wah itu gara-gara banyak syirik,
disana banyak bid’ah, banyak orang yang maksiat, banyak orang yang kumpul kebo,
pasti itu dapat adzab dari Allah”, yang ngomong itu seakan-akan orang
sholeh. Jalan lagi, Jawa Timur lumpur Lapindo. Apa katanya? “gara-gara
maksiat”. Seakan-akan
orang hanya tinggal menyalahkan orang lain, seakan-akan dirinya yang paling
sholeh. Ini termasuk sumber bencana.
Apa sumber bencana? “Karena merasa dirinya itu sholeh,
seakan-akan dirinya itu paling takut, kemudian menyalahkan orang lain”.
Celakanya,
waktu ada Tsunami itu ada selebriti atau artis yang ngomong “Ini
peringatan dari tuhan supaya orang-orang jangan sombong, yang sombong itu
adalah orang yang suka mengkritik artis-artis”. Padahal Ulama’ kemarin mengatakan “Kita
mendapat bencana karena banyak zina, banyak maksiat, banyak mengumbar aurat,
banyak hubungan yang tidak beres, dan sebagainya dan sebagainya”, yang dimaksudkan adalah kaum artis.
Besok pagi baru artis ada yang ngomong, “gara-gara maksiat”, apa maksiatnya? “Itu
lho orang-orang yang menjelek-jelekkan artis”. Ini yang menjadi
sumber bencana “Menyalahkan orang lain, membela diri
tidak pada tempatnya”.
Maka, “MARI
KITA ISI HIDUP INI DENGAN YANG BERMANFAAT, JADILAH MANUSIA YANG BERMANFAAT,
JANGAN HANYA PANDAI MEMANFAATKAN DAN JANGAN SAMPAI HANYA DIMANFAATKAN”.
Pesan
saya kepada kalian, sama halnya saya berpesan kepada anak kandung saya sendiri
meskipun bukan saya yang mengandung, “JANGAN SAMPAI KAMU TIDAK MEMPUNYAI
KEUNGGULAN YANG DIANDALKAN”. Keunggulan
yang baik-baik, bukan seperti: keunggulan saya adalah ngebut di jalanan,
nongkrong di tepi jalan, dan sebagainya diteruskan sendirilah. “BERSYUKURLAH
KAMU MENJADI SANTRI”.
Semoga
ini bermanfaat bagi kita semua. Kyai-kyai kita, guru-guru kita selalu
mengharapkan dan mendoakan kita menjadi orang yang alim dan sholeh, mempunyai
peradaban sendiri, merubah keadaan yang kacau ini menjadi baik. Dalam bahasa
Ustadz Syukri “Kita punya peradaban sendiri, kita
ini perang peradaban dengan orang luar (non muslim), maka pandai-pandailah kamu
mempantas-pantaskan dirimu sebagai santri, sebagai ustadz, sebagai alumni
Gontor. Pantas pola fikirnya, sikapnya dan tingkah lakunya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar