Jumat, 19 Agustus 2011

Al-Fatihah: Wajib atau Sunnah


Hari ini, keluarga saya mengadakan buka bersama di kediamannya. Saya, abang saya serta ayah datang sekitar pukul jam 17.30. Ternyata di kediaman saudara saya sudah datang beberapa keluarga yang lain. Karena melihat Riris, saudara saya yang satu angkatan dulu ketika SMP, saya tidak masuk, malah duduk di luar. Baru basa-basi sedikit, langsung ada teriakan dari dalam rumah. "Zul... Zul... Masuk sini dulu! Salam sama Maksu(sebutan untuk tante dalam melayu, ada Mak Su, Mak Ngah, Mak Lang, Mak Long) ni!", perintah ayah. Saya pun masuk dengan keributan luar biasa dari saudara-saudara saya yang lain. Maklum perempuan. "Ustadz ni ye... Dah ustadz die sekarang", kata Maksu saya. "Dah ceramah lom ni?", tanya salah seorang kerabat saya yang lain. "Belom lah, tak ade tawaran", jawabku. "Kalau macam tu tahun depan daftarkan aje ke dinas agame. Biar latihan aje", kata saudara saya yang lain pada ayah. Mati aku ni, saya membatin. "Iye lah", jawabku sambil tersenyum manis.


Menjelang buka puasa, kami, kaum adam duduk melingkar di ruang depan. Sedangkan kaum hawa asyik ngerumpi di ruang tengah. Setelah beberapa lama saling bersenda gurau, terdengar suara azan dari surau yang tak jauh dari rumah. Allahumma Laka Shumtu Wa Bika Amantu Wa 'Ala Rizqika Afthortu Bi Rahmatika Ya Robbal 'Alamin. Minumanpun di sajikan. Ada teh, ada cendol, ada juga aqua. "Yang nak shalat, shalatlah dulu. air ade di depan. Yang nak makan, makanlah", komando Maksu saya. Ibu-ibu langsung sibuk memulai acara makan-makan mereka tetap dengan suara riuh rendah. Sedangkan beberapa bapak-bapak mulai bergegas berwudhu di luar. Saya juga ikut berwudhu dengan ikhlas, bukan karena saya lulusan pondok loh... Selesai berwudhu saya masuk ke ruang tamu yang sudah disulap menjadi musholla sederhana.

Di dalam musholla sederhana itu sudah ada 6 orang, termasuk ayah dana abang saya. Satu orang maju menjadi imam. Siapa ya?, batinku. Sebenarnya saya sedikit kecewa karena bukan saya yang ditunjuk menjadi imam. Karena saya sedari tadi sudah mempersiapkan bacaan yang akan saya baca. "Allahu Akbar", takbir sang imam menggelegar. Saya saat itu berada di shaf berdua dengan saudara saya. "Bismillahirrahmanirrahim...", baca sang imam. Saya bersiap-siap untuk takbiratul ihram. "...Inna Wadi Rabbi...". Loh? Ini bacaan apa? Mana al-fatihahnya?, batinku. Saya pun membatalkan diri untuk takbiratul ihram, sedangkan saudara saya yang berdiri di sebelah saya sudah mulai shalat. Saya hanya berdiri diam sambil mendengarkan bacaan si imam. Saya kurang pasti dengan bacaannya, tapi lebih terdengar seperti do'a daripada bacaan Al-Qur'an. "Allahu Akbar". Sang imam ruku' diikuti ma'mumnya. Tiba-tiba saudara saya yang berdiri di sebelah saya menoleh ke saya. Padahal tangannya masih terpasang di depan dada. Kemudian dia tersenyum. Kamipun tertawa berdua. Akhirnya kami duduk lagi di ruang depan sambil mendengarkan bacaan imam selanjutnya.

Saya kira tadi saya hanya salah dengar atau saya kurang perhatian. Mungkin saja al-fatihahnya sudah dibaca, tapi saya dengernya habis itu. Tapi ternyata, keraguan sayapunah pada rakaat kedua. Saya yang sambil minum aqua mendengarkan lagi-lagi sang imam membaca bacaan itu. Sekarang yang sibuk memperhatikan bacaan sang imam bukan hanya saya dan saudara saya yang tadi. Tapi hampir semua saudara saya yang sedang asyik makan plus rombongan kaum hawa. "Mane al-fatihahnye Zul?", tanya mereka. "Tak tahulah kami", jawabku sambil menggelengkan kepala. Tak disangka-sangka, dari 5 orang yang ma'mum dengan beliau(si imam) akhirnya 3 orang memilih kabur dan mendirikan jama'ah baru. Yang tersisa hany ayah dan abang saya. "Udah Zul, shalat diatas aje", perintah saudara saya yang masih eksis makan. Sayapun berlari menuju lantai 2 dengan diselilingi tatapan penuh tanda tanya dari kaum hawa.

Alhamdulillah jama'ah di lantai 2 pakai al-fatihah, jadi saya ga perlu bikin jama'ah baru lagi. Pesertanya ya, orang-orang pelarian dari imam pertama tadi. Masuk rakaat kedua, jama'ah ini menambah personel baru. Abang saya yang baru saja selesai salam dari jama'ah pertama langsung mengulangi shalat di jama'ah kedua. Shalat pun selesai dengan normal. Selesai shalat kami saling pandang-memandang. Kemudian tersenyum-senyum sendiri.

Acarapun dilanjutkan dengan makan-makan. Kami(jama'ah kedua) pun duduk lagi dengan imam jama'ah pertama. "Awak bace ape tadi? Tak pakai al-fatihah ke? Kami tak tau. Minte maaf lah ye kami pergi", kata tuan rumah dengan bahasa halus. Yang lain tersenyum lagi sambil bertanya-tanya, hukum shalat tanpa al-fatihah itu bagaimana ya?

"Jadi cam mane tu Zul hukumnye?", tanya saudara saya.

***

Ulama berbeda pendapat dalam wajib tidaknya membaca al-fatihah dalam shalat.

Pendapat pertama: Hukum membaca al-fatihah dalam shalat adalah wajib. Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama dari mazhab Malikiyah,Syafi’iyah, Riwayat dari imam Ahmad bin Hanbal,dan Mazhab Dzohiriyah, dengan dallil hadist riwayat dari ‘Ubadah Bin Ash-Shomit ra Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw Bersabda:

( لا صَلاة لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ) رواه البخاري (الأذان/714)

“Tidak ada Shalat Bagi Orang Yang tidak membaca Fatihah Al-Kitab (surat Al-Fatihah)”.Pada Lafaz lain menurut imam Daraquthni “Tidak Cukup (sah) shalat orang yang tidak membaca fatihah al-kitab (surat Al-fatihah),dan Pada Lafaz lain dalam kitab musnad Imam Ahmad “Tidak diterima shalat yang tidak dibaca dalam shalat tersebut Umm al-qur’an (al-fatihah).


Juga Hadist Riwayat Aisyah Ra berkata :Aku mendengar Rasulullah saw bersabda :”Barang siapa yang shalat yang tidak membaca (dalam shalatnya tersebut) Umm al-qur’an,maka Shalat nya Tersebut tertolak (Kurang/tidak sah)” (H.R.Imam Ahmad dan Ibn Majah).


Sedangkan pendapat kedua: hukum membaca al-fatihah dalam shalat adalah tidak wajib, tapi haruslah membaca ayat Al-Quran yang mana saja, tanpa terkhususkan dengan al-fatihah. Pendapat ini menurut Mazhab Hanafiyah dan riwayat yang lain dari mazhab imam Ahmad bin Hanbal.

Disebutkan dalam Al-Qur'an, surat Al-Muzammil, Ayat 20:


20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; 
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dari ayat diatas, ulama berpendapat bahwa kewajiban dalam shalat adalah membaca ayat Al-Quran yang mana saja, tidak khusus al-fatihah. Jadi, seandainya seseorang tidak membaca al-fatihah malah membaca surat pendek, Al-Ikhlas misalnya, shalatnya telah sah.

Demikianlah dua pendapat dalam hukum membaca alfatihah dalam shalat. Adapun saya tetap meyakini pendapat pertama. Pesan saya, agar lebih aman, lebih baik kita membaca al-fatihah. Karena al-fatihah adalah ayat al-Qur'an. Tentu saja orang yang telah membaca ayat Al-Qur'an, shalatnya dianggap sah menurut kedua pendapat, walaupun tanpa surat lain. Tapi, alangkah baiknya apabila ditambah dengan ayat lain lagi.

***

"Macam tu lah", kata saya. "Tapi die bace ape? Tak pernah dengar pun", tanyanya lagi. "Entahlah. Kamipun tak tau", jawab saya lagi. "Wajarlah, die tu kan agak gini", kata saudara saya yang lain sambil menaruh jari telunjuk di dahinya dalam posisi miring. Sinting? batinku, paling stres ajelah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar