Rabu, 31 Agustus 2011

Lebaran tanpa Ketupat


Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar...
La Ilaha Illallahu Wallahu Akbar...
Allahu Akbar... Walillahilhamdu...

Tak terasa, bulan Ramadhan sudah pergi meninggalkan Tanjungpinang pada tanggal 31 Agustus 2011. Syawal pun tiba dengan hangatnya. Akhirnya lebaran di rumah. Ada ketupat, ada acara sakral: sungkeman, ada air kaleng, ada saudara-saudara yang tak henti-hentinya pulang pergi sambil maaf-maafan.

Mungkin kedengarannya berlebihan, kan cuma lebaran. Ya, tapi masalahnya lebaran tahun lalu saya di pondok.

Setahun yang lalu...


Pagi itu saya bangun pagi.. Setelah shalat subuh, baca Qur'an sebentar, saya bergegas mandi. Setelah itu saya mengumpulkan teman-teman sekamar saya, Pixell 2011, bagian fotografi oppm(kapan-kapan reuni ya?). Sesuai dengan tradisi pondok, kalau ada lebaran baik itu idul adha maupun idul fitri, penghuni pondok akan keliling desa pondo dulu sembil takbiran sebelum shalat ied. Maka pagi itu kami berkeliling sambi semangat bertakbir.

Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar...
La Ilaha Illallahu Wallahu Akbar...
Allahu Akbar... Walillahilhamdu...

Takbir itu terdengar oleh telinga saya, masuk ke dalam hati, membawa saya terbang kembali ke lapangan Pamedan Tanjungpinang. Saya trance sesaat. Tes... Loh, mata saya berair jadinya. Deras sekali rasanya air mata yang mau tumpah, tapi saya tahan mati-matian sambil ngucek-ngucek mata. Saya lihat ke sekeliling saya. Ternyata hampir semua santri pagi itu menundukkan kepala sambil mengusap mata. Saya yakin semuanya pasti sedih. Lebaran tanpa orangtua, apalagi yang baru pertama kali. Sabar, batin saya.

Setelah selesai mengerjakan shalat ied, ada acara salam-salaman dengan seluruh penghuni pondok, mulai dari kyai, ustadz-ustadz senior, sampai seluruh santri saling meminta maaf. Selepas itu kami foto-foto sebentar, maklum bagian fotografi(Kadang kedekatan kita dengan benda semacam kamera akan memancing kita menjadi narsis. Pelan tapi pasti). Lanjut setelah itu ke dapur untuk makanan "istimewa": ketupat dan opor ayam.


Tak disangka, dapur pondok yang agak kecil dari lapangan futsal pagi itu PUENUH(saya lakukan penekanan disini, tolong diperhatikan). Yang biasanya ketika sahur sepi, sekarang PUENUH(saya tekankan lagi). Bak ular, antriannya PUANJANG(sekali lagi saya tekankan). Dari ujung sampai ujung para santri ngantri, saya kira sudah habis sampai ujung, ternyata mutar lagi ke samping sampai mentok ke ujung yang lain. Sebenarnya saya malas mau antri sepanjang ini, tapi mengingat menunya "istimewa"(sebenarnya biasa saja, tapi ga ada cafe yang buka) maka saya ikhlaskan hati untuk mendukung budaya antri.

LUAMA(penekanan) sekali saya berdiri di antrian. Mungkin hampir satu jam. Satu, Dua, Tiga... Delapan. Delapan orang lagi dan saya akan makan ketupat plus opor ayam! Bahagianya... Tapi kenyataan berkata lain, ketika tinggal empat orang lagi, datanglah bencana itu... "Afwan Al-Akh, ketupatnya habis", kata si pengurus dapur. Yaaahh... Serentak ada koor dari rombongan pengantri. "Ya udah, ayamnya aja deh", celetuk santri yang di belakang saya. Ayam pun dibagikan. Ga masalah deh, yang penting masih bisa makan "istimewa", pikirku. Satu, Dua... "Afwan Al-Akh, ayamnya ntar aja nunggu nasi", kata si pengurus tadi langsung pergi. "Woi! Bi Dhommir, pakai hati donk!", teriak santri yang dari tadi di belakang saya. Tak perlu menunggu lama, demonstrasi besar-besaran langsung terjadi di dapur. Piring dipecahkan, kursi dibanting, sampah dibuang di atas meja, dapur hari itu menjadi saksi bisu sakit hati protes ratusan santri yang kelaparan. Sementara saya masih berdiri di antrian sambil terbengong-bengong. Dua orang lagi! Dua orang lagi dan saya akan makan makanan "istimewa". Dua orang lagi! terngiang-ngiang terus di kepala saya. Terbawa emosi saya ambil satu piring, kemudian saya banting sekerasnya. "Selamat hari raya!", ucapku sambil ngeloyor pergi.

Pagi ini...


"Nak ngape ni?"."Mohon maaf lahir batinlah"."Same-samelah Zul, baik-baik ye jadi orang", kata ayahku saat prosesi acara sakral: sungkeman. Pagi ini saya kembali mengerjakan shalat di lapangan Pamedan lagi, sungkeman lagi, dan(eng-ing-eng...) makan ketupat! Akhirnya ketupat. Rindunya saya dengan ketupat. Tahun lalu saya ga bisa makan ketupat(saya cuma makan mi goreng saat itu. Tanpa ketupat. Walaupun akhirnya makan juga di H-8, soalnya dibawain sama orang tua teman saya yang datang ke pondok), tapi tahun ini akan saya lahap sepuasnya. Setelah kenyang, saya naik ke lantai 2. Tulit-tulit, hp saya bunyi. Selamat hari raya ye... Mohon maaf lahir batin... isi pesan itu. Setelah beristirahat sejenak, saya sekeluarga berangkat ke rumah saudara seperti tahun-tahun sebelumnya(kecuali tahun kemarin, karena waktu itu cuma bisa duduk main gitar di kamar saja).


Apa artinya lebaran buat anak pondok? Artinya siap-siap, sebentar lagi bakal pulang ke pondok. Banyuwangi, I'm Coming!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar