Selasa, 19 Februari 2013

Tajdiidun Niyyah



Sekilas kalimat ini terdengar asing di telinga kita, khususnya orang awam yg tak pernah merasakan kejamnya belajar bahasa Arab. Tajdiidun Niyyah artinya “pembaharuan niat”. Sebelumnya saya akn mencoba menjelaskan sedikit tentang niat, setelah itu masuk ke “pembaharuan” tadi. Bismillah.

Dalam Islam (dan saya yakin di agama lain juga begitu), niat memiliki peran penting dalam setiap perbuatan manusia. Karena hampir semua pekerjaan manusia diawali dengan niat. Niat menentukan apa balasan yg akan didapat dari pekerjaan tersebut (walaupun pekerjaan tersebut baru mendapat balasan; entah itu baik atau buruk, setelah benar-benar dikerjakan). Khalifah Umar RA. pernah berkata, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda:

إِنَّمَا الأعْمَالُ بِالنّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ - متفق عليه
Artinya: Sesungguhnya setiap pekerjaan itu dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa-apa dari yg diniatkannya. Barang siapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya sampai kepada Allah dan Rasul-nya. Barang siapa yang berhijrah karena dunia yang diingininya atau perempuan yang dinikahininya, maka hijrahnya sampai kepada apa yg diniatkan untuk berhijrah kepadanya.


Hadis ini diriwayatkan oleh kedua imam Bukhari dan Muslim. Adapun sebab adanya hadis ini ialah peristiwa ketika hijrahnya kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah.  Saat itu, seluruh muslimin berbondong-bondong mengikuti nabi berhijrah. Dikisahkan ada seseorang dari kaum Muslimin Makkah yg ikut hijrah dengan nabi, tapi tujuannya berbeda dengan yang lain. Seluruh muslim berhijrah untuk mencari keridhoan Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan lelaki ini, ia berhijrah ke Madinah dikarenakan ingin menikahi seorang perempuan dari kaum Muslimin Madinah. Maka Allah memberitahukannya kepada nabi, dan kemudian Rasulullah bersabda demikian.

Dari hadis ini tentu dapat kita pahami, bahwa seseorang bisa saja mengerjakan pekerjaan yg sama persis dengan orang lain, bahkan lebih. Tapi tak berarti apa yg didapatkannya dari pekerjaan tersebut sama dengan apa yang didapatkan orang lain. Semuanya kembali kepada niat. Tentunya kita sering mendengar istilah “haji mabrur”. Haji mabrur adalah haji yg benar-benar diterima hajinya. Dengan kata lain, tak semua haji diterima hajinya. Hal ini dikarenakan, ada yg berhaji dengan niat riya’, ada pula yg dengan niat jalan-jalan, bahkan ada pula yg berniat untuk belanja. Na’udzubillah. Contoh lain adalah puasa. Berapa banyak dari orang yg berpuasa tapi tak mendapat apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan haus?


Maka kita perlu benar-benar menata niat kita sebelum mengerjakan suatu pekerjaan. Mari kita flashback sedikit dengan mengingat semua pekerjaan dan kegiatan yg kita lakukan setiap hari. Saya berangkat ke masjid karena apa ya? Saya masuk kelas hari ini untuk apa sih? Saya membaca Qur’an niatnya sebenarnya buat apa?. Selanjutnya, mari kita introspeksi diri kita masing-masing; cukup dalam fikiran kita, tak perlu diumbar-umbar. Selama ini apa yang saya kerjakan sudah benar belum? Ingat, niat yg salah hanya akan membawa balasan yg salah juga. Kalau kita memasang niat sekedar ingin riya’, dilihat orang, maka hanya itulah yg akan kita dapatkan. Dan yg terakhir, mari kita ulangi lagi niat kita. Tentunya dengan niat yg baik. Perlu diketahui, apabila seorang berniat untuk melakukan kebaikan (berniat saja tapi belum melakukan), maka baginya satu pahala. Apabila sudah dikerjakan maka baginya satu pahala lagi. Tapi sebaliknya, apabila seorang berniat buruk (berniat saja tapi belum melakukan) maka TIDAK ada baginya satu catatan dosa sampai ia benar-benar mengerjakanya.

Mungkin ada timbul pertanyaan, seandainya ada seorang muslim melakukan suatu pekerjaan buruk (berbohong, mencuri, dsb) dengan niat baik (melindungi seseorang, bersedekah, dsb), apakah ia mendapat dosa atas pekerjaannya dan mendapat pahala atas niatnya? Wallahu a’lam. Untuk saat ini saya belum mampu menjawab, tapi saya akan terus belajar agar saya tahu nanti.

Sedikit penambahan tentang niat sebelum masuk ke “pembaharuan”, esensi dari kehidupan manusia; siapapun itu, adalah untuk beribadah kepada Allah, Tuhan Penguasa Seluruh Alam. Jadi, seharusnya seluruh pekerjaan kita diniatkan karena Allah. Salah ga kalau dikatakan, saya makan dan minum untuk ibadah, saya belajar untuk Allah, saya berdagang untuk Islam? Saya rasa hal ini tidak salah dan seharusnya memang begitu yg dikerjakan. Ibadah itu luas, semua pekerjaan, perkataan, sifat, dan perkara yg berpoin baik adalah ibadah; dengan catatan ditujukan kepada Allah, bukan yg lain. Tapi hal ini saya akui sulit mudah diucapkan tapi sulit untuk dikerjakan. Mudah-mudahan Allah memudahkan jalan kita, menguatkan hati kita untuk beribadah kepada Allah SWT.

Selanjutnya untuk "pembaharuan" saya akan memakai contoh, dan contohnya adalah saya sendiri. Dulu sebelum masuk kuliah, saya berniat belajar sungguh-sungguh agar bisa mengetahui benar-benar hakikat dari Allah sehingga saya bisa benar-benar beribadah kepada-Nya (saya jurusan Ushuluddin di IIUM), niat lainnya agar saya mampu mengajak teman-teman saya kembali ke jalan-Nya (dalam bahasa saya, menjadi “orang yg berguna”).  Tak terbesit di hati saya, saya ingin kuliah ini karena saya ingin kerja ini. Awal yg baik. Dan hari ini, tepat sebulan saya mulai kuliah. Seiring berjalannya zaman, bertambahnya godaan, berkembangnya kemalasan, saya terkadang mulai malas-malasan kuliah. Bahkan pernah juga saya berfikir untuk pindah jurusan yg lebih “manusiawi”, sehingga mudah mendapat pekerjaan nanti. Saya goyah, saya bimbang. Nah, di saat-saat seperti inilah kita membutuhkan yg namanya Tajdiidun Niyyah, kita memperbarui niat kita. Maka dalam kasus saya, saya harus mengingat-ingat kembali, apa sih niat saya dulu kuliah? Ohya saya kuliah untuk blablabla... Dan hari ini saya memperbarui niat saya lagi, ya niat saya yg sudah usang dan jamuran selama sebulan. Fungsinya agar saya dapat kembali bersemangat sebagamana awal mula saya berniat dan mulai kuliah dulu. Chaiyoo!

Semua orang butuh pembaharuan niat. Tak ada jangka waktu yg pasti, kapan kita harus tajdiid, kapan saja kita merasa goyah, segeralah perbarui niat kita. Insyaallah setelah itu spirit kita akan kembali dan kita akan lebih giat dalam pekerjaan itu.


La’alla Allaha yusahhilu lanaa fi jamii’I umuurinaa. Semoga Allah mempermudah semua urusan kita. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar