Senin, 20 Mei 2013

POSPIM 2013!!

*hirup nafas dalam-dalam*

Tak terasa, sudah 4 bulan lebih aku menjejakkan kakiku di kampus tercinta, Universitas Islam Antarabangsa Malaysia (UIA). Hari demi hari, minggu demi minggu berhasil aku lewati dengan cukup baik. Dan tibalah aku di penghujung semester 2 tahun 2012/2013 ini. Jadi ceritanya kampus UIA akan memasuki masa-masa belajar, serius, konsentrasi dan fokus; final exam. Kelas-kelas mulai diliburkan dari tanggal 16. Revision week; waktu untuk mengulang semua materi yg sudah dipelajari selama satu semester pun akan segera dimulai Senin (20/5) pagi ini, selanjutnya akan ditutup dengan serangkaian ujian akhir semester yg akan dimulai dari tanggal 25 Mei sampai 9 Juni. Dan setelah itu? Aku akan pulang untuk berlibur di tanah kelahiranku, Tanjungpinang, Kep. Riau, Indonesia.

Tapi apakah hanya itu saja yg akan aku lalui sebelum pulang? Tidak. Aku dan teman-temanku dari PPI kampus mengikuti turnamen antar mahasiswa Indonesia di Malaysia yg dilaksanakan di University of Malaya (UM); POSPIM 2013. Aku terdaftar sebagai salah satu peserta cabang sepak bola tim UIA B.


Sebenarnya keikutsertaanku di tim ini terbilang cukup mengejutkan, terutama untuk diriku sendiri. Aku sudah memutuskan untuk tak bermain sepak bola lagi selepas pengabdianku di Daarul Muttaqien, dikarenakan aku mempunyai sedikit masalah dengan fisikku. Bahkan aku sengaja tidak membawa sepatu bola ungu kesayanganku ketika berangkat ke tanah rantau ini. Ya, aku lelah bermain sepak bola, aku hanya ingin menyalurkan kegemaranku menendang bola di lapangan futsal. Tapi semuanya berubah, semuanya benar-benar berubah semenjak ajang bola gila kemarin. Aku ingin terus merasakan berlari bersama teman-temanku mengejar impian kami.

Maka aku mengikuti POSPIM 2013 ini setelah melewatkan kesempatan untuk bergabung bersama tim sepak bola PPI-UIA ketika mereka berhasil menjadi juara di ajang Garuda Cup di UKM. Kali ini, aku bersama teman-teman angkatan 12 kemarin; Firdaus, Tsabat, dan Ucup. Dan sekitar sebulan sebelum ajang POSPIM dimulai, kami mulai berlatih di bawah arahan Bang Taufik, selaku pemain yg merangkap pelatih di tim ini. Aku, Tsabat, dan Ucup harus kewalahan di awal-awal latihan karena lamanya kami tak menginjak lapangan bola, berbeda dengan Firdaus yg sempat mengikuti Shah Cup sebelumnya. Aku ingat masa-masa itu, saat beberapa dari kami masih memakai sepatu futsal dan sering terpeleset (aku juga termasuk, untungnya setelah itu ayahku datang sambil membawakan sepatu bola unguku), saat kami digabung dan membentuk tim B, saat kami masih grogi dan kaku karena belum pernah berlatih bareng. Perlahan kami mulai nyambung, dan mulai meningkat sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya 2 minggu sebelum POSPIM dimulai, Bang Taufik memutuskan untuk menggelar sparring antara tim A dan tim B pada hari minggu pagi.

Terus terang kami sangat bersemangat untuk bertanding bersama tim B melawan tim A. Tim A adalah para-para senior yg namanya tak diragukan lagi untuk bermain di ajang resmi, sebut saja Bang Jano (kiper nomor satu tim PPI-UIA), Bang Fikry (komandan barisan pertahanan, pernah bermain di liga), Bang Apin (mantan kapten tim futsal Mustang UIA), Bang Taufik (kapten, pemain, pelatih, pernah bermain di liga juga, pemain terbaik Garuda Cup 2013), dan Pak Fuad (top skorer berturut-turut POPPIM 2012 dan Garuda Cup 2013). Kalau dilihat secara garis besar kami, tim B yg notabene baru bergabung, dan baru menginjakkan kaki di lapangan bola setelah sekian lama, terlalu jauh untuk menyaingi tim A. Anggota tim B: Pak Arif, Husein, Ucup, Adang, Aku, Tsabat, Afriyan, Novri, Bang Fahmi, Firdaus, Ridho, Fahmi Sham, Faqih, Syauzi, Pak Torres, Adnan, dan Hafizh. Seperti yg diperkirakan, kami kalah telak saat itu dengan skor 4-2. Tapi dari pertandingan itu, kami mulai mengenal satu sama lain dan mulai membangun kekompakan dan solidaritas antar pemain.


Tak terasa, waktu bergulir begitu cepat dan tibalah ajang POSPIM 2013. Hari itu hari Jum'at (17/5), kami satu kontingen dari PPI-UIA berangkat bersama menggunakan 2 bis menuju kampus UM. Kami tiba selepas Ashar. Setelah shalat, kami bergegas menuju UM Arena untuk Opening Ceremony (waktu itu aku dan Tsabat jadi korban akibat USIM mengundurkan diri, kami terpaksa "berpura-pura" sebagai kontingennya dan mengikuti parade barisan -_-). Malamnya, kami sempat hadir di Auditorium untuk menyaksikan bersama perlombaan cabang seni tari. Aku merasa bangga dan terharu ketika melihat begitu banyaknya orang Indonesia berkumpul dalam satu ruangan auditorium, berdiri, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama-sama. Setelah itu, lomba tari pun dimulai. UIA tampil pada kesempatan ketiga. Ketika para penari dari UIA masuk ke panggung, sontak seluruh pendukung UIA berdiri dan bertepuk tangan riuh menyemangati. Harus diakui, penampilan dari UIA agak kurang teratur dan kompak. Tapi aku yakin, semua orang mengakui, saat itu tak ada sorakan dukungan yg melebihi saat UIA tampil. Yeah, we are UIA and we are the most noisy supporter! Setelah itu kami kembali ke kamar untuk istirahat mengingat besok pagi akan bertanding.


Paginya, setelah shalat subuh dan sarapan roti di kamar masing-masing, kami bersama-sama berjalan kaki menuju lapangan bola. Karena UIA mengirimkan 2 tim, maka kami berpisah dan menuju lapangan masing-masing. Sembari menunggu tim lawan datang, kami melakukan pemanasan. Lima menit, 10 menit, 15 menit berlalu, dan tim lawan tak kunjung datang. Maka diputuskan kami menang 3-0 secara WO. Hal yg sama terjadi juga bagi tim A. Selepas lelah menendang dan berlari, kami  berpencar, sebagian menonton perlombaan bulu tangkis, sebagian menonton tim sepak bola UIA A yg akan bermain pertandingan kedua sesaat lagi, dan sebagian pulang ke kamar. Tim B akan bermain lagi pada pukul 2 siang. Maka aku, Tsabat, dan Firdaus memutuskan kembali ke kamar setelah meihat beberapa pertandingan bulu tangkis dimenangkan oleh tim UIA.

Kami tiba di kamar sekitar pukul 10.30. Pukul 11.00 aku dan Firdaus tertidur, Tsabat masih mandi. Aku tersadar ketika Tsabat berteriak sambil masih mengenakan handuk, "Wan, Daus, bangun! Kita maen jam 12!". Aku yg masih setengah sadar menjawab, "Kita maen jam 2 bat, tidur dulu". "Ini gua di-BBM-in sama Hafizh, jadwalnya diubah, kita dipercepat maennya!", teriak Tsabat sambil tergesa-gesa mengambil jersey yg masih dijemur. Aku bangun dan langsung menyambar jersey nomor 17 punya Pak Fuad yg kupakai. Setelah kami bertiga siap, kami bergegas bergabung dengan Ucup dan Ridho, kemudian berjalan menuju lapangan yg lumayan jauh.

Siang itu, pukul 12.30. Matahari benar-benar berasa di atas ubun-ubun. Pertandingan melawan Sunway Nautica akan dimulai sebentar lagi, dan tim kami masih mengumpulkan pemain. Pemain yg sudah hadir sibuk menelepon yg belum sampai, tak ada penonton, tak ada supporter, tak ada manajer, karena disaat yg sama tim A juga sedang bertanding. Akhirnya kami bermain seadanya. Di bawah mistar gawang, pak Arif. Barisan pertahanan; aku, Tsabat, Afriyan dan Ucup. Tengah; Bang Fahmi, Sham, Firdaus, dan Syauzi. Depan; Pak Torres dan Hafizh. Ada perasaan tertekan yg kami rasakan, karena bagi sebagian kami ini adalah pertandingan resmi kami yg pertama bersama tim B. Rasa tertekan ini membawa gugup dan grogi hingga akhirnya kami bermain diam, pasif, dan sering berbuat kesalahan di babak pertama. Beberapa kali aku, Tsabat, Afriyan dan Ucup harus saling bertukar posisi menghadapi striker lawan yg mengandalkan umpan terobosan yg mematikan. Sebaliknya, kami hanya mampu melakukan dua atau tiga kali serangan, dan sisanya harus gugur dengan offside trap rapi yg tim lawan pertunjukkan. Beberapa menit sebelum babak pertama berakhir, tim lawan menyerang dari kanan, Ucup menghadang, bola dioper terobosan kepada pemain lawan, Tsabat maju menghadang, pembawa bola memutuskan untuk crossing ke tengah. Aku yg di tengah langung membuang bola ke arah depan. Bola keluar kotak pinalti, tapi jatuh ke kaki Jon, playmaker tim lawan. Tanpa membuang kesempatan, ia menendang bola agak sedikit tinggi. Bola ditepis Pak Arif, mengenai tiang atas, memantul ke bawah, memantul sekali lagi ke tiang atas, jatuh ke bawah dan berputar ke belakang melewati garis gawang. Gol. Kami kebobolan, 1-0 untuk Sunway sampai peluit akhir babak pertama berbunyi.

Kami keluar lapangan, berkumpul di bawah terik matahari dan letih. "Ayo bisa koq, kita masih bisa ngimbangin. Semua udah bagus koq maennya", Pak Torres selaku yg dituakan memberikan motivasi. Sesaat kami sadar, kami belum bersatu, kami masih bergerak sendiri-sendiri. Akhirnya kami mulai terbuka satu sama lain. Dan mulai saling memberitahu kekurangan dan memotivasi. Kami maju untuk babak kedua dengan lebih berani.

Babak kedua dimulai dengan bola dari tim kami. Afriyan diganti dengan Novri yg baru datang, kami mulai perlahan menguasai lapangan dengan passing sedikit demi sedikit. Sham yg dari awal agak kurang nyambung dengan stiker mulai bisa bekerja sama. Ucup yg dari awal sering dilewati pun mulai menunjukkan skillnya, maju sebagai sayap, dan bertahan sebagai bek, bahkan sayap tim lawan yg fisiknya dua kali dari dirinya mampu ia hentikan. Firdaus mulai berani maju membantu garis depan dan menyuplai bola-bola mematikan kepada striker. Sebaliknya Bang Fahmi semakin kokoh sebagai gelandang bertahan. Permainan semakin hidup dengan masuknya Adnan menggantikan Hafizh, ditambah tusukan dari kanan oleh Novri. Beberapa kali stiker sempat mengancam tim lawan secara bergantian. Dan yg ditunggu-tunggu akhirnya terjadi, Syauzi mendapat bola setelah terjadi kemelut di depan gawang tim lawan, tanpa ragu ia menendang bola dengan keras yg memang keahliannya. Kiper berhasil menepis tapi tak cukup kuat untuk membuat bola keluar. GOOOOOL!!! Semua pemain berlari memeluk Syauzi. Permainan kembali berlanjut, tim Sunway mulai mengancam lagi. Untungnya, Tsabat dan aku yg bertugas di garis terakhir sebelum kiper selalu siap untuk clearing. Permainan semakin memanas, Sham yg ditackle oleh pemain lawan sempat terbawa emosi dan hampir ribut. Wasit melerai, keduanya mendapat kartu kuning, juga si Jon karena membantu temannya. Skor tetap seimbang hingga babak kedua berakhir dengan peluit panjang, bertahan 1-1 dan harus masuk perpanjangan waktu.

Di babak perpanjangan, permainan semakin memanas. Kedua tim saling balas menyerang, tapi tetap tak ada gol yg tercipta. Kedua pihak sebenarnya sudah kecapekan, apalagi ditambah dengan matahari yg bersinar tepat di atas kami (saat itu pukul 13.00). Beberapa pemain mulai keram dan tak kuat lagi. Hingga memasuki 2nd extra time, 3 menit sebelum peluit panjang berbunyi, aku melakukan kesalahan terbesar yg pernah aku lakukan di lapangan bola sampai saat ini. Saat itu dua orang tim lawan menyerang dari kanan. Novri yg posisinya bek kanan berhasil dilewati. Bola mulai memasuki kotak pinalti. Aku maju dan menghadang. Di tengah kalut ku karena ada dua orang pemain yg berada di posisi kosong, ditambah lagi saat itu di belakang ku hanya tersisa Tsabat dan kiper, aku melakukan tackling. Bola lepas, tapi pemain lawan mengaitkan kakinya ke kakiku yg terlanjur terbuka, kemudian ia terjatuh. PRIIIIIIIT!!!. Wasit menunjuk titik pinalti, lalu mengeluarkan kartu kuning. Aku terdiam, tak tau mau berbuat apa. Aku hanya mampu tertunduk menatap ke gawang. Pinalti diambil, dan eksekutor berhasil menjebol gawang Pak Arif. 2-1 untuk Sunway. Tak berapa lama kemudian, peluit panjang berbunyi. Seakan langit mau runtuh, aku tak kuasa menahan sedihku. Aku keluar lapangan menjauhi teman-teman tim ku. Tim ini kalah 2-1, karena sebuah pinalti, karena sebuah tackling, karena aku.



Cukup lama aku terduduk sendirian di luar lapangan. Akhirnya Bang Taufik yg baru usai bertanding mendatangiku, memotivasiku dan memintaku kembali ke tempat teman-teman. Aku kembali ke tempat teman-teman. Aku tak berani menatap wajah mereka, walaupun mereka tetap menyemangatiku. "Gapapa Wan, udah bagus tadi", "Burdisso! Mantap maennya tadi, biasa itu kesalahan kecil", "Udah jangan dipikirin, itu biasa koq buat pemain bola, lu kan masih baru". Aku tetap ga enak dengan mereka semua yg udah mati-matian berjuang buat menang. Aku memilih pulang terlebih dahulu, mandi dan tidur. Aku butuh tempat untuk sembunyi.

Aku baru terbangun menjelang maghrib. Aku bergegas shalat ashar, kemudian pergi mencari makanan di kantin. Di kantin, aku bertemu dengan rombongan tim A yg sudah memastikan satu tiket untuk semifinal besok. Aku masih tak mampu berkata apa-apa kepada mereka, aku memilih menghindar. Kesalahan ini terlalu fatal untuk tim. Malamnya, aku bergabung bersama yg lain untuk menonton perlombaan cabang band. Aku sedikit lupa dengan kesedihanku ketika dua band dari UIA naik ke atas panggung. Agak aneh mengingat kontingen kami sebenarnya banyak berbeda angkatan dan daerah, bahkan tak sedikit dari kami yg belum saling mengenal, tapi malam itu kami berdiri, mengangkat tangan, bernyanyi dan berteriak bersama menyanyikan lagu Iwan Fals. Dan diakhir, kami berteriak beramai-ramai setelah diprovokasi oleh Firdaus, "UIA... UIA... UIA...". Suporter kampus lain hanya bisa terdiam tenggelam dalam riuhnya suporter UIA. Setelah itu, aku kembali ke kamar untuk tidur.


Sebelum tidur, aku menyempatkan gosok gigi terlebih dahulu di westafel kamar mandi. Tak disangka, aku bertemu bang Taufik yg ingin berwudhu saat itu. Kami menunda kegiatan kami masing-masing, dan Bang Taufik mulai bercerita tentang karirnya bermain sepakbola. Ia bercerita saat ia menjadi kapten dan membela tim Sulawesi, pertandingan bertahan seri hingga akhir dan harus memasuki drama adu pinalti. Sebagai kapten, ia bertugas mengambil tendangan kelima sebagai penutup. Semua orang percaya dengannya. Tapi yg terjadi adalah bola berhasil ditepis oleh kiper. Ia berkata, ia sempat down setelah itu, tapi untunglah saat itu para pemain dan pelatih semuanya memotivasinya. "Kesalahan itu biasa, Wan. Namanya juga main bola. Udah gapapa, itu biasa koq", kata beliau kepadaku sebelum pergi meninggalkanku sendirian. Aku membasuh mukaku dan menatap lama ke cermin westafel. Aku tau aku melakukan kesalahan fatal. Tapi dengan hanya diam, menjauh dari kenyataan takkan merubah kesalahan dan kekalahan yg telah terjadi. Sebaliknya, aku harus banyak belajar dari pengalaman ini, dan memberikan yg terbaik untuk tim ini selanjutnya, batinku. Aku kembali ke kamar, mengambil jersey nomor 17 yg bertuliskan "FAZA" itu dan tersenyum, aku akan berusaha lagi!


Esoknya adalah semifinal yg mempertemukan 4 tim, UIA A vs Sunway dan UKM vs UTM. Kami, tim B, sepakat bersama-sama menonton pertandingan UIA vs Sunway, sekaligus ingin melihat dendam kami terbalas. Sebelum pertandingan dimulai, aku sempat ngobrol dangan Pak Fuad dan Bang Ucup, "Balasin dendam ana". Dengan santainya Bang Ucup menjawab, "tenang aja, Wan", yg disambung dengan gerakan mengangkat jempol khas Pak Fuad, "oke". Kami berbondong-bondong mengangkat kursi plasitk ke sisi lapangan yg teduh oleh rimbun pepohonan. Pertandingan dimulai dan kami habis-habisan berteriak menyemangati tim UIA. Kadang kami tertawa puas saat Bang Apin berhasil mengecoh tim lawan, atau saat Bang Taufik menendang bola volley yg persis mengenai kepala pemain lawan; headshot. Seperti yg kami duga, UIA A bukanlah level mereka. Tak banyak serangan yg mampu mereka hasilkan, Tim UIA banyak melakukan serangan demi serangan, sayang penyelesaian akhir dari Pak Fuad, Ilham dan Gugum belum menghasilkan gol. Akhirnya gol pertama tercipta dari tendangan jarak jauh Bang Apin sebelum babak pertama berakhir. Babak kedua, permainan semakin sebelah pihak, dan Sunway harus mengakui keunggulan UIA saat Pak Fuad menjebol gawang mereka. Skor 2-0 bertahan hingga akhir, dan tim UIA berhasil melangkah ke final. Kami akan bertemu dengan tim UKM.

Setelah beristirahat, pukul 15.00 kami berkumpul lagi di lapangan bola untuk mendukung tim UIA. Kembali hal-hal yg tak disangka-sangka terjadi, suporter tim UIA membludak. Cowok, cewek, senior, junior, aktivis PPI, anti PPI, bahhkan orang-orang tua yg tak pernah aku lihat wajahnya datang berkumpul dan mendukung UIA. "mereka para legenda UIA", kata Bang Ucup. Kami berkumpul di pinggir lapangan dan berteriak bersama, "UIA... UIA... UIA...". Dan pertadingan pun dimulai dengan tempo yg cepat. Kedua tim bermain berimbang, bergantian menyerang. Di pertengahan babak pertama, Bang Jano, sempat terjatuh dan terbaring lama, tapi ia tetap berdiri lagi. Pertandingan berjalan semakin seru. Menjelang akhir, barisan pertahanan tim UIA melakukan kesalahan yg tak disia-siakan oleh penyerang UKM. Mereka berhasil membobol gawan Bang Jano dan memimpin skor pertandingan. 1-0 untuk UKM. Itu adalah kebobolan pertama bagi Bang Jano dan tim UIA A di sepanjang turnamen ini. Skor tetap bertahan hingga babak pertama usai. Memasuki babak kedua, kondisi pemain UIA mulai terlihat bangkit. Teriakan demi teriakan terdengar beriringan dengan kesempatan yg dihasikan oleh pemain. Pak Fuad yg menyerang dari kiri dan Daniel dari kanan menambah variasi serangan UIA. Bang Taufik juga mendapat sekali kesempatan freekick, tapi masih gagal melewati pagar.Tak disangka, ditengah serangan membabi-buta itu, gawang tim UIA bergetar kembali oleh penyerang UKM memanfaatkan sepak pojok. Skor bertambah jauh, dan bertahan dari menit ke menit. Tak terasa, pertandingan hanya tersisa 10 menit lagi.


Di 10 menit sebelum pertandingan berakhir iniah, tim UIA mulai menunjukkan kekompakan dan mental juaranya. Dengan variasi serangan dari kiri dan kanan, akhirnya Bang Taufik yg maju menjadi striker berhasil mematahkan offside trap milik UKM. Dengan tenang bola diarahkan ke pojok kanan bawah gawang. Skor 2-1. Pertandingan berlanjut, dan tim UIA semakin bersemangat mengejar ketinggalan. Serangan bertubi-tubi membuat UKM kalut, mereka sering gagal menguasai bola. Bola yg terlepas berada di kanan lapangan dibawah kaki Bang Apin. Ia mengirim crossing ke tengah, dan dengan sigapnya Bang Taufik melompat dan menanduk bola ke arah gawang melewati kiper. GOOOL!!! Skor 2-2. Para suporter berteriak histeris. Bahkan para suporter tetap dalam posisi berdiri karena antusias ketika permainan dilanjutkan kembali. Lapangan semakin dikuasai tim UIA. Beberapa menit sebelum peluit akhir berbunyi, Gugum mendapat bola, dan mengirim chip ke Bang Taufik yg kosong di hadapan kiper. Tak ada pemain bertahan yg bisa mendekat karena sudah mati langkah. Kiper bingung antara maju atau tetap bertahan di bawah mistar. Bang Taufik dengan santainya melakukan tipuan sedikit, dan menendang bola ke arah kiri gawang.  GOOOOLL!!! Seluruh pemain, pendukung, semuanya berteriak histeris menyambut gol ketiga dari Bang Taufik; 3 gol comeback yg mematahkan mental UKM. Tak sampai 2 menit, peluit panjang berbunyi. Kami berlari ke lapangan, melompat-lompat, memeluk setiap pemain, berteriak lepas merayakan kemenangan ini. Sesaat aku sempat trance mengingat momen ini hampir sama dengan momen Bola Gila kemarin, hanya saja kali ini aku tak berperan sebagai pemain, aku hanya seorang suporter. Setelah puas berfoto-foto, kami kembali ke kamar untuk persiapan acara closing ceremony yg akan diadakan sore itu juga di Auditorium.


Kami masuk ke auditorium berbarengan, dan ternyata auditorium sudah ramai oleh kontingen masing-masing kampus. Mereka duduk membentuk kelompok-kelompok dan saling meramaikan suasana auditorium. Acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, hiburan dari panitia, dan pemutaran video dokumentasi acara. Tepuk tangan terdengar membahana saat acara penyerahan medali kepada juara masing-masing cabang. Setiap satu nama kampus disebut, para kontingen dan suporter akan meneriakkan nama kampusnya. Di awal, kampus yg paling ramai terdengar adalah UTM, mengingat mereka adalah juara bertahan tahun lalu. "UTM... UTM... UTM...". UIA sempat naik beramai-ramai ke panggung saat diumumkan sebagai juara 1 cabang band, bulu tangkis, dan badminton. Masing-masing kontingen semakin riuh saat MC akan membacakan juara umum POSPIM kali ini. "Dan gelar juara umum POSPIM 2013, jatuh kepada... UIA!!!". Tepuk tangan suporter langsung membanjiri auditorium. Tak disangka, kami yg berhasil meraih 3 medali emas dan 3 medali perak berhasil menjadi juara umum. Kami serempak berdiri bertepuk tangan dan berteriak beramai-ramai,"UIA... UIA... UIA...". Bang Hilmy maju sebagai penerima piala bergilir, selaku ketua PPI-UIA. Setelah itu, kami diizinkan untuk berfoto-foto dengan piala kebanggan kami ini. Kami berteriak, tertawa, berpelukan dan bersyukur atas semua yg kami raih disini.



Malam itu juga, kami kembali ke UIA. Aku menggenggam jersey nomor 17 ini. Banyak pengalaman yg kudapat, bahwa kemenangan tim akan selalu lebih terasa dibanding kemenangan pribadi, bahwa teman akan selalu ada, mendukung dan memotivasi kita di saat yg paling genting, bahwa untuk merasakan indahnya kebersamaan, tak perlu menang, tak perlu menjadi juara, asal kita sudah berusaha maksimal, yg kita perlukan hanyalah bersama dan bersatu. Dan aku merasakan lagi euforia kebersamaan seperti yg kurasakan bersama angkatan 12 kemarin. Hanya saja kali ini dengan lingkup yg lebih luas :)




Dan kini, kami telah di UIA. Final exam sudad didepan mata. Mari bersiap, mari buktikan kalau kita tak hanya juara di lapangan, kita juga juara di bidang akademis! At the last, lets shout it loud! UIA! UIA! UIA!!!

2 komentar:

  1. Pertama baca tulisanmu wan...1 kata dr saya MANTAP!!!heheh tulisanmu sudah merangkum kegiatan kita selama 3 hari..benar ada sad moment tp alhamdulillah happy ending kan hehehe...yg penting kebersamaan anak2,hasil akhir itu hanya sebuah bonus :)...ttp semangat maen bola,salah itu bagiab dr permainan..lanjutkan lg nulisnya hehe

    BalasHapus
  2. makasih bang komennya, makasih motivasi dan dukungannya, makasih juga bimbingannya. insyaallah kami selalu ngedukung tim ini. kapan2 kita tanding lagi yaa hehehe

    BalasHapus